Gereja Abad Pertengahan

Home GPKB

Banyak diantara sebagian orang mungkin telah mengetahui bahwa Abad Pertengahan yang terjadi (590 – 1517M) merupakan masa terjadinya kebangkitan Kekristenan yang luar biasa di seluruh dataran kekuasan Romawi, yang oleh karenanya tata gereja dan liturgi juga telah diperkembangkan dan diterima oleh seluruh gereja. Sehingga gereja pada saat itu menerapkan tata gereja episkopal, sebagaimana yang telah diterapkan sejak zaman Gereja Kuno (30 -590), zaman ketika para Rasul mendirikan jemaat. Episkopal sendiri merujuk pada tata gereja termasuk jabatan gerejawi yang bersifat hirarki, jabatan gerejawi ini dibedakan menjadi 3 jabatan, yaitu episkopos, presbyteros dan diakonos.

Oleh karena kebangkitan Kekristenan ini, hampir seluruh sisi kehidupan umat manusia dipengaruhi secara kental oleh agama, yang dimana kala itu agama mendapatkan tempat yang utama dan pengaruh yang kuat dalam pendidikan, ekonomi, pemerintahan dan politik.
Hal ini disebabkan karena begitu luasnya daerah kekuasaan Romawi, sehingga dahulu sebelum abad pertengahan dimulai Diokletianus (293M) telah menciptakan sistem kepemimpinan empat orang, namun sistem ini menyebabkan konflik antar penguasa, dan oleh karenanya menyisakan dua kepemimpinan saja yaitu Konstantinus I di Barat dan Licinus di Timur, pembagian kekaisaran ini sebagai maksud untuk mempermudah pengendalian daerah kekuasaan yang luas saat itu.

Ketika Konstantinus Agung atau Konstantinus I (313M) menjadi kaisar yang memimpin daerah kekuasaan di Barat, ia mengeluarkan Dekrit Milan, yang memberikan toleransi kepada semua agama didalam kekaisaran, sehingga menjadi kesempatan dan membuka jalan bagi agama Kristen dalam perkembangannya untuk menjadi agama dominan di kekaisaran bagian Barat, yang dengan demikian menjadi agama resmi Negara dan menyebabkan gereja memperoleh kedudukan yang terhormat dalam masyarakat dan pemerintahan. Kedudukan uskup Roma sebagai pemimpin gereja semakin diperkuat oleh sebab dukungan langsung dari kekaisaran Romawi sendiri, sekaligus menjadi mitra bicara pertama dengan pemerintah.

Ketika ibu kota kekaisaran dipindahkan dari Mediolanum (sekarang disebut Milan, Italy) ke Konstantinopel (Sekarang disebut Istanbul, Turki) , uskup Roma seakan-akan menjadi oknum yang terkemuka di bagian Barat pada saat itu. Perpindahan ibu kota kekaisaran ini dipercaya sebagai pengganti kekaisaran Romawi kuno dan menjuluki negeri ini sebagai kekaisaran Romawi Timur atau kekaisaran Bizantium. Perpindahan ini menyebabkan wilayah Romawi Timur menjadi kekuatan ekonomi, budaya dan militer yang kuat, meskipun terus mengalami tekanan terutama pada masa peperangan Romawi – Persia dan Romawi – Arab pada masa kemunculan Islam yang sedang memperluas daerah kekuasaan.

Terbaginya daerah kekuasaan ini mengakibatkan pertahanan kekaisaran Romawi di Barat menjadi lemah, hal itu disebabkan karena ketergantungan kekaisaran Romawi pada tentara bayaran sehingga tidak lagi memiliki semangat yang kuat seperti yang terdahulu. Situasi ini semakin memburuk ketika tidak stabilnya keadaan politik serta kebudayaan Romawi kala itu, yang kian lama terancam hilang. Namun dalam keadaan ini, gereja di Barat khususnya di daerah Inggris, Jerman, Perancis, Swiss dan Italia merupakan satu-satunya faktor yang tetap stabil. Sehingga dapat dikatakan bahwa abad ini merupakan kebangkitan Kekristenan di Barat. Pada masa ini gereja berkembang dan mempengaruhi hampir seluruh kegiatan manusia termasuk didalamnya pemerintahan. Sehingga tidaklah salah bila mengatakan bahwa gereja banyak mengambil alih peranan yang dahulu dimainkan oleh kekaisaran Romawi, yaitu mengatur masyarakat.

Di tahun 910 – 1300, gereja Barat terus memegang kekuasaan atas semua jenjang kehidupan dan hidup seperti raja. Korupsi dan ketamakan dalam kepemimpinan gereja adalah hal yang umum. Keputusan – keputusan yang ditempuh seringkali hanya berpihak kepada kepentingan gereja saja.
Uskup Romalah yang menggantikan kaisar sebagai tokoh yang tertinggi dan menjadi tokoh yang sangat berpengaruh bagi keberlangsungan hidup masyarakat di wilayah Barat, baik dalam pengaruhnya kepada kehidupan kerohanian maupun perekonomian serta kepemerintahan, dan di abad yang ke 5 inilah keuskupan Roma digelari “Paus” dan menganggap dirinya terpanggil oleh Tuhan untuk menjadi kepala gereja selaku “pengganti Petrus”, bahkan sebagai “wali Kristus” di bumi ini.
Begitu pula dengan biara-biara yang menjadi pusat kebudayaan, pendidikan serta theologia, bahkan orang – orang miskin datang mencari sumbangan dan menjadikan satu – satunya rumah sakit. Biara menjadi salah satu pemegang peranan kunci pada masa abad pertengahan di Barat, disana para cendekiawan menjadikan sebagai tempat belajar, sebagai tempat karya seni, literatur, dan bahkan hampir semua biara memiliki gereja yang disebut abbey, sebagaimana merupakan bangunan di abad pertengahan yang paling megah. Di Abad ini, dengan gereja yang mendominasi kehidupan masyarakat, mengakibatkan penyelewengan biara, mereka menekan kaum miskin dengan mengambil alih tanah mereka dan mengambil pajak gereja yang tinggi, bahkan hampir semua kegiatan kerohanian gereja selalu mengaitkan dengan hal keuntungan dan uang. Hal ini menjadi kebiasaan bagi biara – biara untuk menumpuk dan mengumpulkan harta dan kekayaan, sehingga menjadi semakin mewah.

Adapun sebuah kompleks biara biasanya terdiri atas sekumpulan bangunan, yakni gedung gereja, dormitorium (asrama), claustrum (serambi yang mengelilingi sebidang lapangan persegi), refectorium (refter), libarium (perpustakaan), balnearium (permandian), dan infirmarium (panti husada), semua biasanya tergantung pada lokasi terdekat dan pekerjaan para penghuninya, kompleks biara dapat pula diperlengkapi dengan sejumlah bangunan tambahan untuk menunjang karya bakti bagi para penghuninya, misalkan hospes (balai penyantunan), sekolah, bangunan – bangunan pertanian.

Namun dalam kejayaannya saat itu, bersamaan dengan ditandainya kemunduran moral didalam kehidupan kebiarawan, karena mutu kehidupan menurun sebab disiplin mulai berkurang. Demikianlah biara-biara makin lama makin lebih dikuasai oleh penguasa duniawi. Walaupun demikian, gereja di Barat tetap sadar akan tugas dan tanggung jawabnya pada dunia dalam pekabaran Injil. Sehingga dengan segera, disana timbullah gereja Kristen yang berkembang dengan cepat. Gereja itu dipimpin oleh biara-biara yang menjadi pusat kehidupan rohani, ilmu dan kebudayaan.

Gereja Barat menjadi pandangan hidup sebagai salah satu media alat Keselamatan manusia untuk berharap kepada Allah. Melalui praktik – praktik ibadah, gereja Barat menerapkan tujuh sakramen yaitu: Perjamuan (sekarang; Ekaristi) , baptisan, konfirmasi (Sekarang; Krisma) , pengakuan dosa (sekarang; Tobat/Rekonsiliasi) , urapan orang sakit, pernikahan dan tahbisan imam (sekarang; Immamat). Dengan sakramen- sakramen ini, gereja membimbing manusia dari kecil sampai kekuburnya. Menurut ajaran gereja Barat, rahmat dan keselamatan hanya boleh disambut manusia dengan menerima sakramen. Sakramen – sakramen itu merupakan saluran –saluran yang kedalamnya dicurahkan rahmat dari Allah, untuk memasuki, memenuhi, menyucikan dan menyelamatkan manusia lahiriah – batiniah.

Selain itu ada pula ajaran yang berkembang di periode abad pertengahan yaitu seperti vurgatori atau purgatorium yaitu suatu keadaan peralihan setelah kematian jasmani, konsep ini lahir dalam ajaran gereja Barat pada tahun 593 M, ada pula ajaran mengenai doa kepada Maria orang – orang kudus, dan malaikat, konsep ini ada pada gereja Barat sejak 600 M, begitu juga ajaran mengenai mencium kaki paus (709 M), pengkanonisasian orang – orang kudus yang telah mati (995 M), selibat para imam (1079 M), Rosario (1090 M), hingga pengakuan dosa kepada imam (1315M).

Gereja Barat pula dalam praktik ibadahnya memaknai konsep mengenai simbol dan ornamen – ornamen gereja sebagai pengalaman keagamaan yang dalam upacaranya tidak hanya sebagai simbol filosofis atau intelektual saja, tetapi juga melibatkan tindakan dan perasaan manusia. Sebagaimana diketahui bahwa ornamen merupakan pola hias dengan cara digambar, dipahat atau dicetak, untuk mendukung komponen dari suatu produk seni yang sudah ditambahkan atau sengaja dibuat, seperti yang terlihat didalam gereja Barat yang tetap pada bentuk awalnya. Simbol – simbol ini banyak ditemukan mewakili simbol – simbol didalam Alkitab, akan tetapi tidak sedikit pula simbol – simbol didalam gereja Barat yang mewakili orang – orang kudus, simbol pelindung, pembawa kesembuhan dan hewan keberuntungan.

Hal – hal demikian, semakin lama semakin mengarah kepada bergesernya keimanan gereja. Pemaknaan penebusan Kristus tidak lagi dipandang sebagai anugerah Allah, melainkan sebagai usaha yang harus diusahakan manusia dengan sekuat tenaga dan sejumlah uang. Orang – orang Kristen mulai hidup dalam semangat yang lain, mereka takluk kepada kuasa gereja saat itu. Secara sekilas, orang – orang saat itu menyangka bahwa iman Kristen yang dibangun oleh praktik – praktik seperti demikian, mengarahkan hidup dan perhatian kepada Yesus Kristus.

Diterbitkan oleh GPKB (Protestant Church of West Kalimantan)

Berdiri sejak 10 Februari 1963

Satu pendapat untuk “Gereja Abad Pertengahan

Tinggalkan komentar

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Mulai