Ignatius dari Antiokhia – Ἰγνάτιος Ἀντιοχείας (35-107 M)
Home GPKB

Ignatius dari Antiokhia merupakan orang Kristen generasi pertama yang mendapat pengajaran secara langsung oleh para Rasul, secara khusus oleh Rasul Yohanes. Diketahui bahwa Ignatius lahir sekitar tahun 35 M. Sebelum bertobat dan menjadi Kristen, Ignatius termasuk pada orang – orang yang diduga turut menganiaya dan menyiksa orang – orang Kristen zaman itu.
Namun setelah dia bertobat dan menjadi Kristen, oleh karna kesalehan dan pengabdiannya, ia diangkat menjadi uskup di Anthiokia untuk menggantikan Petrus sehingga ia menjadi uskup kedua.
Dalam kapasitasnya sebagai uskup Antiokhia, ia memiliki tanggung jawab untuk
menjaga iman Jemaat dari pada ajaran yang menyimpang dari Kekristenan. Ajaran – ajaran sesat tersebut sungguh sangat mengancam Gereja. Segala macam upaya mereka lakukan untuk meruntuhkan persatuan dalam Jemaat, mereka gencar dalam memecah – belah satu dengan lain, menggiring jemaat kepada pemahaman filsafat yang kosong, yang semakin lama semakin diarahkan kepada pengingkaran akan iman Kristen.
Oleh karena itu, lewat pengajarannya tentang Yesus Kristus dan ajaran iman Kristiani yang sesuai dengan para Rasul, melalui khotbah-khotbah dan surat-suratnya, ia menekankan “Kesatuan Gereja”.
Ignatius juga sangat memperhatikan bagaimana peran uskup yang merupakan guru iman, pemimpin umat,pelayan liturgi, pembela dan penjaga kesatuan Gereja didalam Jemaat.
Kesatuan Allah dan Jemaat terwujud dalam Yesus Kristus yang menjadi landasan kesatuan Gereja.
Dari pemahaman Ignatius inilah ia mengajarkan bahwasanya Kesatuan Gereja itu hanya mungkin terwujud dalam kesatuan dengan pemimpinnya, yakni uskup dan para pembantunya. Dengan gambaran kepemimpinan yang demikian itu, Ignatius bersama dengan para pemimpin Gereja lainnya di zaman itu, berusaha untuk terus menjaga kesatuan Gereja di tengah ancaman perpecahan yang terjadi, yang disebabkan oleh ajaran sesat yang terus merongrong dalam kehidupan bergereja.
Dari banyak surat dan tulisan – tulisan yang ia tulis dalam menasehati Jemaat, diketahui bahwa salah satu tulisan nya yang terkenal yaitu: “Jangan tergoda dengan ajaran-ajaran aneh ataupun dongeng-dongeng kuno, yang adalah tidak bermanfaat. Karena apabila sampai hari ini kita hidup menurut cara Yudaisme, kita mengakui bahwa kita masih belum menerima rahmat (kasih karunia). … Apabila mereka yang pernah menjalani praktik-praktik kuno memperoleh kebaruan harapan, tidak lagi menjalankan hari Sabat tetapi membiasakan hidup mereka mengikuti hari Tuhan, yang padanya kehidupan kita juga muncul melalui Dia dan melalui kematian-Nya yang disangkal sejumlah pihak … bagaimana kita dapat hidup terpisah dari Dia? … Adalah mengerikan berbicara tentang Yesus Kristus dan (sekaligus) mempraktikkan Yudaisme. Karena Kekristenan tidak meyakini Yudaisme, tetapi Yudaisme dalam Kekristenan”
Ignatius melalui pemikirannya dan imannya pada Yesus Kristus, terus berupaya melawan ajaran – ajaran sesat itu, ajaran – ajaran yang menyimpang dari Kekristenan. Disaat yang sama pula ia juga tak luput dari ancaman penindasan dan penganiayaan. Tepatnya di masa pemerintahan Kaisar Trayanus, saat Kaisar mengunjungi Anthiokia. Di kota ini, Kaisar mengancam orang-orang yang tidak mau mempersembahkan korban bagi dewa-dewa akan dihukum mati.
Mendengar hal itu, Ignatius tetap untuk mempertahankan imannya dan menolak untuk mempersembahkan korban kepada dewa-dewa. Ia menolak untuk menyangkal Kristus. Oleh karna itu, Ia ditangkap oleh pemerintah Romawi dan diangkut untuk dibawa menuju Roma. Dalam perjalanannya ini, ia masih menyempatkan untuk menulis tujuh surat dan dialamatkan kepada beberapa Jemaat di Asia Kecil bagian barat dan kepada Jemaat di Roma.
Dalam surat-suratnya itu, Ia memuji-muji Kristus yang menyelamatkan manusia : “Kucari Dia yang telah mati untuk kita; kurindukan Dia yang telah bangkit untuk kita”. Ignatius sangat menekankan persatuan antara orang percaya dengan Kristus. Ignatius menekankan bahwa keselamatan adalah kehidupan. Yang dipentingkan dalam karya Kristus ialah kebangkitan.
Dalam suratnya juga Ignatius memesankan agar semua mengetahui bahwa Ia rela mati untuk Tuhan Ia berkata “Biarlah saya dimangsa binatang-binatang buas, karena melaluinya saya dapat mencapai Tuhan. Saya adalah gandum Tuhan, dan jika saya digiling oleh gigi binatang-binatang buas, kiranya nyatalah bahwa saya adalah roti yang murni.”
Sesampainya di kota Roma, Ignatius diadili dan dijatuhkan hukuman mati oleh pemerintah Kekaisaran Romawi dengan cara dibuang ke dalam Colloseum di Roma.
Sumber : Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh – tokoh dalam Sejarah Gereja (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1993). Ivan Haryanto, Batu – batu tersembunyi (Jakarta: Kasih dalam perbuatan, 2005).
